Sabtu, 12 Juni 2010

Konsepsi Ilmu Budaya Dasar

Konsepsi Ilmu Budaya Dasar

1. Pendekatan Kesusatraan

    A. Sastra
 

Pengertian Sastra

Suatu hasil karya baru dapat dikatakan memiliki nilai saastra bila di dalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya. Bentuk bahasanya baik dan indah, dan susunannya beserta isinya dapat menimbulkan perasaan haru dan kagum di hati pembacanya.
Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan kesan yang mendalam di hati para pembacanya sebagai prwujudan nilai-nilai karya seni. Apabila isi tulisan cukup baik tetapi cara pengungkapan bahasanya buruk, karya tersebut tidak dapat disebut sebagai cipta sastra, begitu juga sebaliknya.
Sastra memiliki beberapa jenis:
  • Sastra daerah, yaitu karya sastra yang berkembang di daerah dan diungkapkan dengan menggunakan bahasa daerah.
  • Sastra dunia, yaitu karya sastra milik dunia yang bersifat universal.
  • Sastra kontemporer, yaitu sastra masa kini yang telah meninggalkan ciri-ciri khas pada masa sebelumnya.
  • Sastra modern, yaitu sastra yang telah terpengaruh oleh sastra asing(sastra barat).
Contoh-contoh karya sastra yang sering kita lihat sehari-hari adalah puisi, cerpen, novel, drama, dan banyak lagi. Masing-masing karya sastra tersebut memiliki ciri khas masing-masing dan isinya juga beragam tergantung si pembuat karya sastra tersebut. Bisa saja isinya tentang kehidupan nyata si pengarang ataupun tentang kritik sosial. Walaupun bermacam-macam isinya, asalkan memiliki rasa keindahan, itu sudah dapat disebut karya sastra.

    B. Seni

     Pengertian Seni

Dalam bahasa Sanskerta, kata seni disebut cilpa. Sebagai kata sifat, cilpa berarti berwarna, dan kata jadiannya su-cilpa berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda ia berarti pewarnaan, yang kemudian berkembang menjadi segala macam kekriaan yang artistik. Cilpacastra yang banyak disebut-sebut dalam pelajaran sejarah kesenian, adalah buku atau pedoman bagi para cilpin, yaitu tukang, termasuk di dalamnya apa yang sekarang disebut seniman. Memang dahulu belum ada pembedaan antara seniman dan tukang. Pemahaman seni adalah yang merupakan ekspresi pribadi belum ada dan seni adalah ekspresi keindahan masyarakat yang bersifat kolektif. Yang demikian itu ternyata tidak hanya terdapat di India dan Indonesia saja, juga terdapat di Barat pada masa lampau.

Dalam bahasa Latin pada abad pertengahan, ada terdapat istilah-istilah ars, artes, dan artista. Ars adalah teknik atau craftsmanship, yaitu ketangkasan dan kemahiran dalam mengerjakan sesuatu; adapun artes berarti kelompok orang-orang yang memiliki ketangkasan atau kemahiran; dan artista adalah anggota yang ada di dalam kelompok-kelompok itu. Maka kiranya artista dapat dipersamakan dengan cilpa.

Ars inilah yang kemudian berkembang menjadi l'arte (Italia), l'art (Perancis), elarte (Spanyol), dan art (Inggris), dan bersamaan dengan itu isinyapun berkembangan sedikit demi sedikit kearah pengertiannya yang sekarang. Tetapi di Eropa ada juga istilah-istilah yang lain, orang Jerman menyebut seni dengan die Kunst dan orang Belanda dengan Kunst, yang berasal dari akar kata yang lain walaupun dengan pengertian yang sama. (Bahasa Jerman juga mengenal istilah die Art, yang berarti cara, jalan, atau modus, yang juga dapat dikembalikan kepada asal mula pengertian dan kegiatan seni, namun demikian die Kunst-lah yang diangkat untuk istilah kegiatan itu).

Yunani yang dipandang sebagai sumber kebudayaan Eropa walaupun sejak awal sejarahnya sudah mengenal filsafat dan juga fisafat seni, ternyata tidak juga memiliki kata yang dapat disejajarkan dengan pengertian kita sekarang tentang seni. Istilah yang paling dekat dengan pengertian itu ialah ?hne??ng sekarang kita kenal memiliki hubungan langsung dengan perkataan ?nik??

Pengertian Dasar Tentang Lingkup Senirupa

Kata seni yang bersumber dari bahasa asing itu menekankan arti pada hasil aktivitas seniman. Lingkup seni sebagai hasil aktivitas artistik yang meliputi seni suara, seni gerak dan seni rupa sesuai dengan media aktivitasnya. Media dalam hal ini mempunyai arti sarana yang menentukan batasan-batasan dari lingkup seni tersebut.

Media sebagai sarana aktivitas seni dapat menghasilkan karya seni setelah melalui proses penciptaan seniman berdasarkan pertimbangan artistik (nilai artistik). Jadi karya seni sesuai dengan media yang dipakai meliputi jenisnya; antaranya senirupa (visual art).

Pengertian dasar tentang lingkup senirupa (visual art) sesuai dengan media aktivitas:
Seni Murni:
Seni Lukis
Seni Patung
Seni Grafis

Disain:
Disain Grafis (Komunikasi Visual)
Disain Interior
Disain Produk (Disain Industri)

Kria:
Kria Tekstil
Kria Kayu
Kria Keramik
Kria Gelas, dll.


Pada masa lampau tidak ada perbedaan yang tegas antara seniman dan kriawan, antara artists dan craftsman. Charles Batteaux (1713-1780) membedakan seni menjadi dua, yaitu:
Seni murni (fine art/ pure art)
Seni terapan (useful art/ applied art)

Dengan timbulnya istilah seni murni (fine art) dalam abad 18 mulailah terjadi perbedaan yang mendasar tentang seni murni dan seni pakai.

Seni berkembang terus, dan pada abad 19 ada usaha untuk menyatukan kembali antara seni dan kria, dalam sejarah senirupa, kita mengenal lahirnya Werkstatte di Austria dan Bauhaus di Jerman merupakan suatu usaha untuk menyatukan kembali seni murni dan seni pakai. Lahirlah istilah yang kita kenal sekarang dengan sebutan disain industri.

Namun demikian, perkembangan senirupa sejak tahun 60an sampai sekarang telah menunjukkan suatu perkembangan yang berbaur dengan berbagai disiplin seni, seperti munculnya seni Happening, seni Instalasi, Multimedia dan lain-lain, juga batasan antara seni kria yang betul-betul memiliki kemahiran teknik (buatan tangan) dengan campuran yang menggunakan alat industri, juga perkembangan teknologi fotografi yang demikian maju. 


    C. Peranan Sastra

Pembelajaran sastra sejak dulu sampai sekarang selalu menjadi permasalahan. Tentu saja permasalahan yang bersifat klasik tetapi hangat atau up to date. Umumnya yang selalu dikambinghitamkan adalah guru yang tidak menguasai sastra, murid-murid yang tidak apresiatif dan buku-buku penunjang yang tidak tersedia di sekolah. Padahal, pembelajaran sastra tidak perlu dipermasalahkan jika seorang guru memiliki strategi atau kiat-kiat yang dapat dijadikan sebagai alternatif.
Karya sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia pendidikan dan pengajaran. Sebab itu sangat keliru bila dunia pendidikan selalu menganggap bidang eksakta lebih utama, lebih penting dibandingkan dengan ilmu sosial atau ilmu-ilmu humaniora. Masyarakat memandang bahwa karya sastra hanyalah khayalan pengarang yang penuh kebohongan sehingga timbul klasifikasi dan diskriminasi. Padahal karya sastra memiliki pesona tersendiri bila kita mau membacanya. Karya sastra dapat membukakan mata pembaca untuk mengetahui realitas sosial, politik dan budaya dalam bingkai moral dan estetika.
Dari dulu sampai sekarang karya sastra tidak pernah pudar dan mati. Dalam kenyataan karya sastra dapat dipakai untuk mengembangkan wawasan berpikir bangsa. Karya sastra dapat memberikan pencerahan pada masyarakat modern. ketangguhan yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan. Di satu pihak, melalui karya sastra, masyarakat dapat menyadari masalah-masalah penting dalam diri mereka dan menyadari bahwa merekalah yang bertanggung jawab terhadap perubahan diri mereka sendiri.
Sastra dapat memperhalus jiwa dan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk berpikir dan berbuat demi pengembangan dirinya dan masyarakat serta mendorong munculnya kepedulian, keterbukaan, dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sastra mendorong orang untuk menerapkan moral yang baik dan luhur dalam kehidupan dan menyadarkan manusia akan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan memiliki kepribadian yang luhur.
Selain melestarikan nilai-nilai peradaban bangsa juga mendorong penciptaan masyarakat modern yang beradab (masyarakat madani) dan memanusiakan manusia dan dapat memperkenalkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, melatih kecerdasan emosional, dan mempertajam penalaran seseorang.
Sastra tidak hanya melembutkan hati tapi juga menumbuhkan rasa cinta kasih kita kepada sesama dan kepada sang pencipta. Dengan sastra manusia dapat mengungkapkan perasaan terhadap sesuatu jauh lebih indah dan mempesona. Seperti ungkapan perasaan cinta Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau sering pula disebut dengan nama Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi dalam bentuk syair yang begitu mempesona:
Cinta
Karena cinta duri menjadi mawar
Karena cinta cuka menjelma anggur segar
Karena cinta pentungan jadi mahkota penawar
Karena cinta kemalangan menjelma keberuntungan
Karena cinta rumah penjara tampak bagaikan kedai mawar
Karena cinta tumpukan debu kelihatan sebagai taman
Karena cinta api yang berkobar-kobar jadi cahaya yang menyenangkan
Karena cinta Setan berubah menjadi Bidadari
Karena cinta batu yang keras menjadi lembut bagai mentega
Karena cinta duka menjadi riang gembira
Karena cinta hantu berubah jadi malaikat
Karena cinta singa tak menakutkan seperti tikus
Karena cinta sakit jadi sehat
Karena cinta amarah berubah menjadi keramah-tamahan
Indah bukan? Sebuah perasaan dilukiskan kedalam karya sastra, karya hati ataupun jiwa menjadi jauh beretika dan berestetika dalam menyampaikan sesuatu hal kepada orang lain.
Namun, yang perlu diketahui oleh kita bahwa bahwa materi pengajaran sastra dalam dunia pendidikan mempunyai pengaruh yang besar bagi siswa,  sastra  dapat meningkatkan kepekaan siswa terhadap fakta yang ada di dalam masyarakat, menghaluskan perasaan siswa dan membentuk kepribadian  serta budi pekerti luhur. “Siapa yang belajar sastra, maka akan halus hatinya (pekertinya)” (kata Ibnu Qayyim al-Jauzizah)
Belajar sastra bisa dijadikan pijakan untuk mengkaji kehidupan, Di dalamnya termuat nilai-nilai akhlak, moral, filsafat, budaya, politik, sosial dan pendidikan. “sastra juga berguna  dalam meningkatkan kepekaan rasa dan memberikan hiburan. Bukan bagi dunia pendidikan namun masyarakat secara umum keberadaan sastra tidak kalah pentingnya.
“Ajarkan sastra kepada anak-anakmu agar mereka berani” (pesan Sayidinah Umar Bin Khathatab). Dengan alasan ini juga mengapa para pemimpin perang biasa melantunkan syair di hadapan prajuritnya sebelum berhadapan dengan musuhnya. Simak untaian syair Hindun binti Utbah ketika memberikan semangat pada tentaranya dalam perang Uhud.
Jika kalian maju terus, kami peluk
Dan, kami siapkan kasur empuk
Jika kalian mundur, kami akan berpisah
Perpisahan yang tidak mengenal ramah
Simak lagi syair Abdullah bin Rawahah. Ketika keraguan sempat menyelimutinya dalam perang Mu’tah, ia pun berseru dengan untaian syairnya.
Wahai jiwa, engaku harus turun ke medan
Benci ataupun susah
Biarkan orang-orang berteriak
Mengapa engkau kulihat membenci surga
Seperti dalam puisi atau sajak-sajak Chairil Anwar, sastrawan kelahiran Medan, 26 Juli 1922, yang mencerita sebuah keberanian seorang pahlawan pada zaman kemerdekaan.
Persetujuan Dengan Bung Karno
Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh
[1948, Liberty, Jilid 7, No 297, 1954]
Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
[Chairil Anwar, Februari 1943]
Lalu, apa yang mesti dilakukan agar minat siswa dan masyarakat terhadap sastra bangkit?
Pertama, perbaikan kurikulum bahasa Indonesia yang memuat kajian sastra secara proporsional sesuai dengan tingkat dan jenjang pendidikan. Hal tersebut termasuk salah satu tugas pemerintah dan lembaga-lembaga sekolah. Kurikulum yang “mengesampingkan” atau cenderung banyak mengajarkan sastra secara teori saja, mesti di perbaiki. Termasuk dalam hal ini adalah tenaga pengajar. Para guru yang mengajar tidak mengajarkan secara instan kepada murid-muridnya. Melainkan harus menguasai sastra dan berada di garda terdepan dalam memberikan apresiasi pada siswa.
Kedua, kampanye secara terprogram dan terus menerus terhadap pentingnya pendidikan sastra bagi peserta didik. Meningkatkan promosi karya sastra kepada masyarakat dan mengadakan kegiatan-kegiatan sastra dengan melibatkan masyarakat luas untuk memperkenalkan kepada mereka tantang dunia sastra. Untuk itu, media massa harus dapat memberikan ruang yang cukup bagi  masyarakat untuk bekreasi.
Ketiga, penyediaan sarana yang cukup dan menarik. Hal tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah karena mahalnya harga buku dan susahnya mendapatkan karya-karya sastra.
Kerja sama dari berbagai pihak menjadi faktor penentu. Sarana yang memadai tidak akan membuahkan apa-apa kalau minat baca siswa dan masyarakat masih sangat minim. Untuk itu, sekolah harus “mewajibkan” para siswa-siswanya untuk membaca dan menulis. Pada zaman Hindia Belanda, setiap murid wajib membaca 25 judul buku selama tida tahun, berarti satu tahun ada sekitar 8 judul buku yang harus dibaca dan diujikan, sedangkan pelajaran menulis dilakukan setiap pekan, berarti ada sekitar 18 karangan per semester dan 36 karangan per tahun kalau ditotal selama 3 tahun sudah menghasilkan sekitar 108 karangan.
Dengan demikian, tidak mengherankan di awal-awal kemerdekaan, negeri pancasila ini melahirkan penulis-penulis, sartawan produktif dan imajinatif. Namun sayang tradisi baik tersebut, tidak ada kelanjutannya sejak mulai memasuki era tahun 50-an. pemerintah yang disibukkan dengan memajukan program-program eksakta. Jadi membaca buku dianggap tidak penting. Ini yang menyebabkan kita tertinggal dalam dunia sastra.
Karenanya, semangat membaca harus dilestarikan dan dipupuk sedini mungkin. Dimulai dari keluarga. Untuk bisa menjadi penikmat sastra. Minimal ada tiga hal yang perlu digarisbawahi dan dilakukan oleh kita yaitu pertama, membaca. Kedua, membaca dan ketiga membaca.

D. HUBUNGAN ANTARA SASTRA , SENI DENGAN ILMU BUDAYA DASAR
Masalah sastra dan seni sangat erat hubungannya dengan ilmu budaya dasar, karena materi – materi yang diulas oleh ilmu budaya dasar ada yang berkaitan dengan sastra dan seni.Budaya Indonesia sanagat menunjukkan adanya sastra dan seni didalamnya.
Latar belakang IBD dalam konteks budaya, negara dan masyarakat Indonesia berkaitan dengan masalah sebagai berikut :
1. kenyataan bahwa bangsa indonesia berdiri atas suku bangsa dengan segala keanekaragaman budaya yg tercemin dalam berbagai aspek kebudayaannya, yg biasanya tidak lepas dari ikatan2 primordial, kesukaan, dan kedaerahan .
2. Proses pembangunan yg sedang berlangsung dan terus menerus menimbulkan dampak positif dan negatif berupa terjadinya perubahan dan pergeseran sistem nilai budaya sehingga dengan sendirinya mental manusiapun terkena pengaruhnya .
3. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan perubahan kondisi kehidupan mausia, menimbulkan konflik dengan tata nilai budayanya, sehingga manusia bingung sendiri terhadap kemajuan yg telah diciptakannya .

2. Ilmu Budaya Dasar yang Dihubungkan dengan Prosa

A. Prosa 

 Seperti sudah dibicarakan, prosa atau prosa fiksi adalah sebuah bentuk karya sastra yang disajikan dalam bentuk bahasa yang tidak terikat oleh jumlah kata dan unsur musikalitas. Bahasa yang tidak terikat itu digunakan untuk menyampaikan tema atau pokok persoalan dengan sebuah amanat yang ingin disampaikan berkenaan dengan tema tersebut. Oleh karena itu, dalam apresiasi dengan tujuan tnembenkan penghargaan terhadap karya prosa itu, kita haruslah bisa “membongkar” dan menerangjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan ukuran keindahan dan “kelebihan” karya prosa itu. Dengan demikian, penghargaan yang diberikan dapat diharapkan bersifat tepat dan objcktif. Suatu apresiasi sastra, menurut Maidar Arsjad dkk dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan. Tahap-tahap itu adalah.
1. Tahap penikmatan atau menyenangi. Tindakan operasionalnya pada tahap ini adalah membaca karya sastra (puisi maupun novel}, menghadiri acara deklamasi, dan sebagainya.
2. Tahap penghargaan. Tindakan operasionalnya, antara lain, melihat kebaikan, nilai, atau
manfaat suatu karya sastra, dan merasakan pengaruh suatu karya ke dalam jiwa, dan
sebagainya.
3. Tahap pemahaman. Tindakan opersionalnya adalah meneliti dan menganalisis unsur
intrinsik dan unsur ektrinsik suatu karya: astra, serta berusaha menyimpulkannya.
4. Tahap penghayatan. Tindakan operasionalnya adalah rnenganalisis lebih lanjut akan suatu
karya, mencari hakikat atau makna suatu karya beserta argumentasinya; membuat tafsiran
dan menyusun pendapat berdasarkan analisis yang telah dibuat.
5. Tahap penerapan. Tindakan operasionalnya adalah mclahirkan ide baru, mengamalkan
penemuan, atau mendayagunakan hasil operasi dalam mencapai material, moral, dan
struktural untuk kepentingan sosial, politik, dan budaya.
Khasanah Prosa Indonesia
Kalau prosa kita artikan sebagai karangan dengan bahasa yang tidak terikat sebagai dikotomi dari puisi yang disajikan dalam bahasa yang terikat (dengan jumlah baris dan irama persajakan), maka semua karya sastra prosa dari kesusasteraan lama dapat kita masukkan sebagai prosa Indonesia. Jadi, semua dongeng, legcnua, hikayat, fabel, dan cerita rakyat seperti Dongeng Sang Kancil. Hikayat Si Miskin, Hikayat Pendawa Lima, Hikayat Amir Hamzah, legenda terjadinya TangkubanPerahu, dan sebagainya adalah termasuk karya prosa Indonesia. Di sini termasuk karya seperti Sejarah MejayiL Kisah Pelayaran Abdullah keNegari Mekah, dan lain sebagainya.
Karya prosa modem Indonesia dimulai dari buku-buku terbitan Balai Pustaka seperti Si Jamin dan Si Johan, Siti Nurbaya, SalahAsuhan, Saiah PiHhj Sengsara Membawa Nikmat. dan sebagainya. Di luar Balai Pustaka sebenarnya ada pula buku-buku cerita yang diterbitkan; tetapi karena bahasanya “kurang tcrpelihara” maka sering tidak dianggap atau tidak dibicarakan sebagai karya sastra Indonesia. Prosa-prosa produk zaman Balai Pustaka kebanyakan karya mengangkat persoalan adat sebagai tema, dan belurn mengangkat masalah sosial budaya. Oleh karena itu, konflik-konflik yang ierjadi hanyalah seputar pertentangan golongan yang mempertahankan adat dengan golongan yang ingin meninggalkan adat karena dianggap mengekang kebebasan dan kemajuan.
Zaman Balai Pustaka dilanjutkan oleh yang disebut Angkatan Pujangga Baru. Prosa pada angkatan ini sudah tidak banyak lagi bertemakan adat atau pertentangan adat melainkan sudah mengangkat juga persoalan sosial seperti dalam roman Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana yang mengangkat masalah emansipasi wanita; novel Belenggu karya Armyn pane yang mengangkat masalah kehidupan sosial seorang dokter, istrinya, dan seorang pasien wanita. Sutan Takdir meskipun disebut-sebut sebagai tokoh Pujangga Baru, namun dia sebelumnya sudah menulis prosa jauh sebelum itu, dan karya-karyanya juga banyak dihasilkan setelah itu. Prosanya yang lain adalah Tak Putus Dirundung Malang, dan Grotta dan Azura yang ditulisnya pada tahun enani puluhan.
Zaman Jepang (1940-1945) adalah zaman susah akibat perang Asia Timur Raya dan pendudukan tentara Jepang atas Indonesia. Pada masa ini karya sastra kebanyakan berupa puisi yang bersifat simbolis karena tidak berani berterang-terangan, takut akan ancaman kempetai Jepang. Prosa yang muncul hanyalah berupa corat-caret, sketsa, dan kisah-kisah pendek dari pengarang Idrus. Itu pun baru diumumkan setelah Jepang kalah perang. Judul-judul prosanya antara lain “Corat-Caret di bawah Tanah”. “Kota harmoni”, Sanyo”, “Oh..oh”, dan “Aki”. Kalau Chairil Anwar disebut sebagai pelopor Angkatan ‘45 dalam bidang puisi, maka Idrus adalah pelopor Angkatan ‘45 dibidang prosa. Keduanya disebut sebagai pelopor karena keduanya membuat pembaharuan dalam memberi corak karya sastra mereka yang berbeda dengan karya angkatan sebelumnya.
Setelah Jepang pergi pada tahun 1945, dan negeri kita diamuk suasana revolusi sejumlah karya prosa muncul. Pada 1948 terbit karya Idrus Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roman yakni kumpulan cerita pendek yang dimulai dengan cerpen “Ave Maria” dan berakhir dengan cerpen “Jalan lain ke Roma” Namun, didalam buku itu pun aoa naskah drama yang berjudul “Kejahatan Membahas dendam”. Pengarang lain adalah Pramudya Ananta Tur yang dalam prosa-prosanya banyak melukiskan kedahsyatan revolusi Indonesia. Karyanya antara lainKeluarga Gerilya (novel), Mereka yang Dilumpuhkan (novel), PercikanRevolusi/kumpulan (cerpen), Perburuan (novel), Subuh (novel), dan DiTepi Kali Bekasi (novel).
Novel lain yang muncul pada masa revolusi adalah Atheiskarangan Achdiat Karta Mihardja, Tidak Ada Esok dan Jalan Tak ada Ujung karangan Mochtar Lubis.
Terlepas dari ide yang dikandung di dalamnya, H.B. Jassin menyatakan bahwa “Surabaya” karya Idrus, Keluarga Gerilya karya Pramudya dan Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis merupakan puncak kesusastraan angkatan ‘45 sampai sakarang.
Revolusi berakhir pada akhir Desember 1949 dan Indonesia secara de facto dan de yure menjadi negara merdeka. Namun, pada awal kemerdekaan ini kegiatan sastra tampaknya lebih banyak pada karya puisi dan cerita pendek. Banyak pengarang muncul bersama cerpennya yang dipublikasikan dalam buku kumpulan cerita pendek. Mereka itu antara lain Subagio Sastrawardaya, N.H. Dini, S.M. Ardan, Sukanto S.A., A.A. Navis, Trisnoyuwono, dan Nugroho Notosusanto.
Karya mereka yang bisa disebutkan di sini antara lain, adalahTerang Bulan Terang di Kali (kumpulan cerpen) dan Nyai Dasima karya S.M. Ardan, Hitam Putin (kumpulan cerpen) karya Mohamad Ali,Robohnya Surau Kami (kumpulan cerpen) karya A.A. Navis, KawatBerduri karya Trisno Yuwono. Pulang (novel) karya Toha Mochtar, Hati yang Damai dan Dua Dunia karya N.H. Dini, dan Daun Kering karya Trisno Sumardjo.
Scsudah huru-hara G 30S/PKI laluin 1965 khasanah prosa Indonesia tetap didominasi oleh cerpen, meskipun karya novel juga tidak kurang, tetapi lebih banyak pengarang dikenal knrcna karya ccrpennya. Walaupun dcmikian novel-novel yang patut discbutkan scsudah huru-hara G 30 S/PKI itu, antara lain adalah Harimau-Harimau dan Maut dan Cinta keduanya karya Mochtar Lubis, Jalan Terbuka karya Ali Audah,Sepi Terasing karya Aoh K. Hadimadja; Tidak Menyerah. Jentera Lepi,Kubah, dan Bawuk, keempatnya karya Umar Kliayam, Burung-Burung Manyar karya Y.B. Mangunwijaya, Kalah dan Menang karya Sutan takdir Alisyahbana, Telegram karya Putu V/ijaya, Pada Sebuah Kapal karya N.H. Dini; Ziarah dan Merahnya Merah keduanya karya Iwan Simatupang;Karmila karya Marga T; Wajah-Wajah Cinta karya La Rose; dan sejumlah novel lainnya.
Seperti disebutkan di atas bahwa cerita pendek mendominasi prosa Indonesia mutakhir, hal itu tampak dari banyak cerita pendek yang dipublikasikan melalui berbagai majalah sastra maupun majalah umum, serta sejumlah buku kumpulan karya sastra seperti yang diedit oleh para cerpenis seperti Gerson Poyk, Umar Khayam, Kuntowijoyo, Putu Wijaya, Budi Darma, dan Danarto.
Langkah-Langkah Apresiasi Prosa
Dalam berbagai buku sumber ada discbutkan langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan apresiasi sastra secara umum dan apresiasi karya sastra secara khusus. Yang disebut di bawah ini pada dasarnya tidak berbeda dengan yang disebutkan dalam buku-buku sumber itu.
Pertama, membaca novel (cerpen, romai;) itu secara tenang dan seksama. Kalau perlu bisa diiakukan dua tiga kali. Biasanya sebuah karya prosa yang baik akan mengundang kita untuk membacanya berkali-kali karena kita memperoleh kenikmatan dari pembacaan itu. Kediia, mencoba mencari jati diri melalui prosa yang dibacanya.
Ketiga, mencoba menelaah apa tema cerita tersebut, dan mengetahui bagaimana tema itu disajikan, menelaah plot, penokohan, setting/latar, dan berbagai unsur instrinsik lainnya. Keempat mencoba menelaah amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang dengan novel (cerpen, roman) tersebut.
Kelima, mencoba menelaah penggunaan bahasa yang digunakan dalam karya prosa tersebut melihat kekuatannya, dan mencari kekurangannya.
Keenam, mencoba menarik kesimpulan akan nilai karya prosa tersebut berdasarkan telaah objektif terhadap temanya, plotnya, perwatakannya, latarnya, dan sebagainya.
Teknik Pembelajaran Apresiasi Prosa
Pembelajaran apresiasi prosa dapat dilakukan sebagai berikut
Pertama, guru memilih sebuah novel atau cerita pendek yang sesuai dengan usia murid, tingkat kelas, dan norma kehidupan. Mengingat waktu yang terbatas barangkali cukup dipilih sebuah cerpen yang cukup pendek, Guru harus membacanya dulu, mempelajari semua unsui-unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik yang dijalin dalam cerpen tersebut sebaik-baiknya. Juga mencoba mencari informasi yang seluas-luasnya yang berhubungan dengan pengarang dan karya-karya pengarang tersebut.
Kedua, menyuruh murid membaca cerita pendek tersebut dengan serius (Andaikata cerita pendek tersebut cukup panjang, barangkali bisa juga sisv/a disuruh membaca dulu di rumah schari sebelumnya) sctclah selesai guru mengajukan pertanyaan, misalnya:
Bugaimana kesan Anda terhadap cerpen tersebut? hal-hal apa saja yang anda peroleh setelah membaca prosa tersebut?.
Kalau tidak ada yang menjawab, guru mcmberi pertanyaan penegasan: Menarikkah cerita tersebut? Jawaban siswa mungkin bermacam-macam (menarik, tidak menarik, membosankan, tidak tahu, dsb). Dari jawaban ini guru mengajak siswa untuk menelaahnya lebih jauh lagi.
Ketiga, guru membimbing siswa untuk menganalisis lebih jauh lagi mengenai unsur-unsur cerita tersebut, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Kegiatan ini dilakukan secara klasikal, dengan rnemanfaatkan interaksi guru-siswa, siswa-guru,dan siswa-siswa secara maksimal. Urutan penganalisisan dan jenis pertanyaan, pembimbingan dapat dilakukan sebagai berikut:
1. mengenai plot (alur) certia tersebut
2. mengenai tokoh-tokoh dengan wataknya masing-masing
3. mengenai sudut pandang atau pusat cerita teresebut
4. mengenai tema dan amanat dari cerita tersebut
5. mengenai penggunaan bahasa dan gaya bahasa yang dilakukan
6. mengenai unsur-unsur ektrinsik yang menunjang cerita tersebut
Keempat, setelah analisis selesai dilakukan, setiap siswa diminta menyusun pendapatnya mengenai cerita tersebut lengkap dengan alasannya. Satu dua siswa diminta membacakan pendapatnya di muka kelas.
Evaluasi Pembelajaran Apresiasi Prosa
1. Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan pembelajaran. Oleh karena pembelajaran apresiasi merupakan kegiatan praktik, maka evaluasi dilakukan terhadap kegiatan dan keikutsertaan dalam setiap kegiatan apresiasi. Evaluasinya meliputi tingkat informasi,konsep, perspektif dan apresiasi.
2. Laporan akhir siswa mengenai kegiatan apresiasi dapat pula dikaitkan dengan evaluasi kegiatan menulis sebagai komponen dari keseluruhan pengajaran bahasa.
Kesimpulan
1. Apresiasi prosa adalah kegiatan “menggauli” sebuah karya sastra prosa, untuk
kemudian memberi penghargaan terhadap karya sastra itu berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan objektif atas hasil analisis yang dilakukan terhadap karya prosa tersebut.
2. Materi prosa untuk bahan pembelajaran apresiasi dapat dipilih dari khazanah prosa
Indonesia yang cukup banyak.
3. Pembelajaran apresiasi dimulai dengan (a) guru memilih bahasa yang cocok,
mempelajari dulu, (b) menyuruh siswa membaca dengan baik, (c ) membimbing siswa
untuk menelaah unsur-unsur prosa tersebut, dan (d) meminta siswa menyusun laporan
tentang karya yang dibacam dengan bimbingan guru.

3.  Ilmu Budaya Dasar yang dihubungkan Dengan Puisi

   A. Puisi
  

Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun, membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet dalam tradisi Yunani Kuno berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.
Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.
Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
Putu Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
Yang Membedakan Puisi dari Prosa
Slametmulyana (1956:112) mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi. Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah kesatuan akustis. Kedua, puisi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak, sedangkan dalam prosa kesatuannya disebut paragraf. Ketiga, di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.
Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya, melainkan pada perbedaan aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas pemadatan, yaitu proses penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu memadatkannya (kondensasi). Prosa merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses penciptaan dengan cara menyebarkan kesan-kesan dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).
Perbedaan lain terdapat pada sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang padat, bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa merupakan aktivitas yang bersifat naratif, menguraikan, dan informatif (Pradopo, 1987)
Perbedaan lain yaitu puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa menyatakan sesuatu secara langsung.
Unsur-unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik.
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1)   Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2)   Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3)   Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4)   Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari  sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1)   Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2)   Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
(3)   Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4)   Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5)   Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6)   Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

 B. Hubungan Ilmu Budaya Dasar Dengan Puisi


ILMU BUDAYA DASAR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PUISI.
Puisi dipakai sebagai media sekaligus sumber belajar sesuai dengan tema-tema atau pokok bahasan yang terdapat di dalam buku Ilmu Budaya Dasar. Puisi termasuk seni sastra, …
Mata kuliah Ilmu Budaya Dasar adalah salah satu mata kuliah yang membicarakan tentang nilai-nilai, tentang kebudayaan, tentang berbagai macam masalah yang dihadapi manusia dalam hidupnya sehari-hari. … Secara sederhana Ilmu Budaya Dasar adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembang untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Istilah Ilmu Budaya Dasar dikembangkan di Indonesia …
Padahal konsep itu berasal dari orang eropa barat dalam zaman ketika mereka berexpansi menjelajah dunia, menguasai wilayah luas di afrika,Asia san Oseania. Dan memantapkan pemerintah-pemerintah jajahan mereka dimana-mana. … seni patung/ pahat; relief; lukis dan gambar; rias; vokal; musik; bangunan; kesusastraan; drama. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi yang meliputi: berburu dan mengumpulkan makanan; bercocok tanam; peternakan; perikanan; perdagangan …
Bagaimana hubungan manusia dengan alam, dengan sesama manusia, dirinya sendiri, nilai-nilai manusia dan bagaimana pula hubungan manusia dengan Tuhan menjadi tema sentral dalam Ilmu Budaya Dasar. Pokok-pokok pembahasan yang akan …
Bagaimana hubungan manusia dengan alam, dengan sesama manusia, dirinya sendiri, nilai-nilai manusia dan bagaimana pula hubungan manusia dengan Tuhan menjadi tema sentral dalam Ilmu Budaya Dasar. Pokok-pokok pembahasan yang akan … Hsu telah mengembangkan suatu konsepsi bahwa dalam jiwa manusia sebagai makhluk social budaya itu mengandung 8 daerah yang seolah-olah seperti lingkaran-lingkaran konsentris sekitar diri pribadi. Nomor 7 dan nomor 6 disebut daerah tak sadar dan …
Sedangkan Ilmu Budaya Dasar dalam bahasa Inggris diebut dengan Basic Humanities, kajiannya bukan tentang busaya melainkan mengenai pengetahuan dasar dan oengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji … Ilmu Budaya Dasar bukan ilmu sastra, tari, filsafat atau ilmu lain yang terdapat dalam pengetahuan budaya. IBD hanya mempergunakan karya-karya yang terdapat dalam pengetahuan budaya untuk mendekati masalah-masalah kemanusiaan dan budaya.

Sabtu, 05 Juni 2010

Manusia dan Kebudayaan

MANUSIA dan KEBUDAYAAN


A. MANUSIA



        Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.
Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.
Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.

1.  PENGERTIAN HAKIKAT MANUSIA
  
Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
  1. Makhluk yang memiliki tenga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
  2. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
  3. yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
  4. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
  5. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
  6. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
  7. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
  8. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.

    1.1 Unsur unsur yang membangun manusia

    Jika kita berbicara tentang manusia, pasti akan menjadi perbicaraan yag sangat panjang dan tidak berujung, karena ciptaan Tuhan yang sangat sempurna ini terdapat banyak sekali hal yang dapat dijadikan bahan perbicaraan. sesuai judul postingan saya kali ini, tentang unsur-unsur pembangun manusia, akan dijabarkan apa sajakah faktor-faktor yang membangun manusia itu. Sebenarnya ada banyak sekali unsur-unsur yang membangun manusia, namun dari sekian banyak unsur-unsur itu, di sederhanakan menjadi 2 klasifikasi. yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Unsur jasmani adalah semua hal yang berhubungan dengan kebutuhan fisik manusia, seperti makan, minum, dan lain-lain. yang jika tidak di penuhi maka akan berakibat buruk bagi manusia itu. Sedangkan unsur rohani adalah semua hal yang berhubungan dengan kebutuhan rohani, atau hati manusia. seperti agama atau keyakinan, ketenangan hati, rasa aman, rasa bahagia dan lain-lain. Manusia tidak bisa hidup tanpa kedua unsur itu. dan manusia juga tidak bisa pula hidup dengan mengutamakan salah satu unsur dan mengabaikan yang lainnya. manusia butuh kedua unsur itu secara seimbang. percuma jika seseorang mendapatkan semua kebutuhan jasmaninya namun, kebutuhan rohaninya terabaikan. bagaimana perasaan anda jika anda bisa makan makanan yang nikmat setiap hari, namun uang untuk membeli makanan itu di dapatkan dari hasil mencuri. maka kita akan merasa kenyang namun hati akan merasa takut. takut akan ketahuan oleh orang lain, dan takut akan dosa. dan juga berlaku sebaliknya. jika kita merasakan ketenangan hati, kebahagiaan, namun jika tidak makan dan tidak minum, maka hidup seseorang tidak dapat berjalan dengan semestinya.
    Jadi, manusia hidup di dunia ini dengan cara menyeimbangkan kedua hal tersebut. jika kedua hal tersebut dapat diseimbangkan, maka manusia tersebut Insya Allah akan menjalani hidup yang tenang dan bahagia.
     
1.2. Kepribadian Bangsa Timur
Manusia mendiami wilayah yang berbeda, berada di lingkungan yang berbeda juga. Hal ini membuat kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan dan kepribadian setiap manusia suatu wilayah berbeda dengan yang lainnya. Namun secara garis besar terdapat tiga pembagian wilayah, yaitu : Barat, Timur Tengah, dan Timur.
Bangsa Timur

Kita di Indonesia termasuk ke dalam bangsa Timur, yang dikenal sebagai bangsa yang berkepribadian baik. Bangsa Timur dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah dan bersahabat. Orang – orang dari wilayah lain sangat suka dengan kepribadian bangsa Timur yang tidak individualistis dan saling tolong menolong satu sama lain. Meskipun begitu, kebanyakan bangsa Timur masih tertinggal oleh bangsa Barat dan Timur Tengah. big_smile

 B. KEBUDAYAAN



2.1 Pengertian kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan
bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang
kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Berikut ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
1. Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
2. M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.

4. Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
5. William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di tarima ole semua masyarakat.
6. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
7. Francis Merill
  • Pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social
  • Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.
8. Bounded et.al
Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
9. Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
10. Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
11. Arkeolog R. Seokmono
Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.

2.2 Unsur unsur kebudayaan

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
- alat-alat teknologi
- sistem ekonomi
- keluarga
- kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
- sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri
dengan alam sekelilingnya
- organisasi ekonomi
- alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan
utama)
- organisasi kekuatan (politik)
page

Unsur Kebudayaan
Mengenai unsur kebudayaan, dalam bukunya pengantar Ilmu Antropologi, Koenjtaraningrat, mengambil sari dari berbagai kerangka yang disusun para sarjana Antropologi, mengemukakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia yang kemudian disebut unsur-unsur kebudayaan universal, antaralain :
  1. Bahasa
  2. Sistem Pengetahuan
  3. Organisasi Sosial
  4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
  5. Sistem Mata Pencaharian
  6. Sistem Religi
  7. Kesenian


2.3 Wujud Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai paling sedikit tiga wujud, yaitu: (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya; (2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat; (3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala atau dengan perkataan lain dalam alam pikiran.
Wujud kedua dari kebudayaan yang sering disebut sebagai sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri, bersifat konkret dan dapat diobservasi serta didokumentasi.
Wujud ketiga dari kebudayaan disebut sebagai kebudayaan fisik, dan memerlukan keterangan banyak, karena merupakan seluruh isi total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda yang dapat difoto, diraba dan diobservasi.
Wujud Kebudayaan menurut para ahli
J. J Honigmann (dalam Koenjtaraningrat, 2000) membedakan adanya tiga ‘gejala kebudayaan’ : yaitu : (1) ideas, (2) activities, dan (3) artifact, dan ini diperjelas oleh Koenjtaraningrat yang mengistilahkannya dengan tiga wujud kebudayaan :
  1. Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
  2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
  3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Mengenai wujud kebudayaan ini, Elly M.Setiadi dkk dalam Buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (2007:29-30) memberikan penjelasannya sebagai berikut :
1. Wujud Ide
Wujud tersebut menunjukann wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
Budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini bisa juga disebut adat istiadat.
2.  Wujud perilaku
Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan karena dalam sistem ssosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud perilaku dan bahasa.
3. Wujud Artefak
Wujud ini disebut juga kebudayaan fisik, dimana seluruhnya merupakan hasil fisik. Sifatnya paling konkret dan bisa diraba, dilihat dan didokumentasikan. Contohnya : candi, bangunan, baju, kain komputer dll.

 2.4 Nilai Orientasi Budaya

Orientasi Kebudayaan Dasawarsa Kedua Abad 21
Bertrand Russel, seorang
filsuf terkemuka, dengan
jernih menegaskan bahwa
situasi stagnasi kebudayaan
adalah sebuah kondisi di mana
kebudayaan tidak berdaya. Manusia-
manusia yang menjadi
bagian dari sistem budaya itu
tidak mau mengambil bagian
dalam gerak kebudayaannya
sendiri. Tidak adanya prestasiprestasi
kesenian dan kesusasteraan
yang besar dan merosotnya
manusia-manusia kreatif.
Kota-kota di Sulsel sangat
jelas mengalami kemajuan secara
signifikan. Kota Makassar
sebagai ikon Sulawesi Selatan,
tumbuh menjadi kota kosmopolit
dengan berbagai sarana dan
infrastruktur yang memadai
sebagai sebuah tanda kemajuan.
Tetapi konsep kemajuan yang
sesungguhnya bukanlah berdasar
pada parameter fisik melainkan
pada berkembangnya produk-
produk fisik kebudayaan
sebuah komunitas.
Tentu saja sangat dibutuhkan
sebuah strategi kebudayaan
yang bersifat jangka menengah
dan panjang untuk keluar dari
situasi stagnasi kebudayaan di
Sulsel pada fase dasawarsa
kedua abad 21. Hal tersebut
tidak saja terkait dengan pasar
bebas yang mulai bergulir tahun
ini, tetapi juga pada aspek
sekaratnya kebudayaan lokal itu
sendiri.
Perubahan Sudut
Pandang Kebudayaan
Sudut pandang kebudayaan
harus segera diubah dari orientasi
ekonomik-birokratis menuju
etos-mandiri. Pemerintah Sulawesi
Selatan, tentu saja termasuk
pemerintah tingkat dua,
tidak lagi dapat memandang
persoalan kebudayaan sebagai
sebuah persoalan ekonomi.
Capaian-capaian kebudayaan
bukanlah sesuatu yang dapat
diukur secara ekonomik. Sifat
kebudayaan adalah sebuah capaian
nilai dan marka historis.
Kita tidak dapat memberi prediksi
harga pada sebuah nilai
“siri” misalnya, atau berapa
harga sebuah marka historis
Benteng Somba Opu (yang kini
telantar). Tari Pakarena, tidak
pernah bisa seharga sebuah mal
Orientasi Kebudayaan Dasawarsa Kedua Abad 21
atau fly over.
Pemerintah harus memandang
kebudayaan sebagai sebuah
konstruk etos yang di
dalamnya mencakup sistem
simbol kemanusiaan dan sistem
simbol sosial manusia Sulawesi
Selatan. Bagaimana kita menghargai
sebuah bendera kebangsaan,
harusnya sama kita menghargai
kesenian, sastra, musik,
dan tari yang dilahirkan dari
struktur kebudayaan kita. Menghargai
sistem simbol kemanusiaan
kita berarti juga harus
menghargai posisi kreator yang
menghasilkannya.
Hasil-hasil kebudayaan akan
tersusun menjadi sebuah menara
sejarah yang dapat menjadi
warisan tak ternilai pada masa
akan datang. Harga sebuah
lukisan Monalisa karya Leonardo
da Vinci tak lagi bisa dinilai
atau sebuah capaian nilai yang
tak ternilai bagi bangsa Italia
ataupun Prancis di mana Leonardo
da Vinci menetap hingga
akhir hayatnya. Karya-karya
Williams Shakespeare adalah
simbol capaian besar kemanusiaan
bangsa Inggris. Sama
persis dengan naskah epos Ilagaligo,
Tari Pakarena, atau Pinisi
bagi komunitas Sulawesi Selatan.
Ilagaligo adalah sebuah
monumen historis kemanusiaan
yang nilainya tidak dapat diukur
dengan membangun sebuah
monumen fisik.
Menjadi sebuah etos, kebudayaan,
adalah pranata penting
yang menunjukkan sebuah ciriciri
kemanusiaan. Pada aspek
inilah, pemerintah harusnya
membangun orientasi dan stratagi
kebudayaan. Suatu strategi
menanamkan karakter kemanusiaan
spesifik. Sistem kemanusiaan
yang pada akhirnya
akan meradiasi segala dimensi
kehidupan sosial. Bagaimana
karakter spesifik komunitas
etnik Sulawesi Selatan dalam
berpikir, bertindak, memimpin,
berkesenian, dan melahirkan
ilmu pengetahuan. Karakter
itulah yang kelak akan menjadi
warisan peradaban.
Tempat satu-satunya, kini,
ruang formal berkesenian hanyalah
Gedung Kesenian Societeit
de Harmoni. Gedung
peninggalan kolonial itu justru
Perjalanan kebudayaan
kontemporer Sulawesi
Selatan tidak hanya
mengalami stagnasi,
melainkan sebuah
kecenderungan gradasi
kebudayaan. Terancamnya
sistem
tradisi, terancamnya
bahasa lokal, tidak
tumbuhnya kreativitas seni
secara prestisius,
hilangnya ruang-ruang
publik kebudayaan,
sepinya festival-festival
adalah bagian kecil dari
sebuah fenomena stagnasi
kebudayaan di Sulawesi
Selatan.
mengalami fase postkolonial di
tangan pemerintah. Renovasi
yang tersendat-sendat oleh sistem
birokrasi membuat aktivitas
kesenian nyaris lumpuh. Situasi
miris tersebut hanyalah salah satu
contoh konkret bahaya birokrasi
dan pentingnya kemandirian
dalam membangun kebudayaan.
Tantangan
Kebudayaan Dasawarsa
Dari sebuah sistem kebudayaan
yang baik, manusia dapat
terkultivasi atau terkulturalisasi
menjadi unik. Keunikan manusia
inilah yang kemudian melahirkan
produk-produk etos kemanusiaan
yang otentik. Hasilhasil
kesenian dan sastra yang
unik; hasil-hasil ilmu pengetahuan
dan teknologi yang orisinal;
hasil-hasil pemikiran dan
intelektual yang spesifik; hingga
pola-pola perilaku yang khas.
Stagnasi kebudayaan akan
membuat manusia-manusia Sulawesi
Selatan kehilangan kemampuan
kultural untuk mengabstraksikan
nilai-nilai etosnya.
Manusia tanpa etos adalah
manusia yang tidak mempunyai
sistem nilai dalam merespons
dan menanggapi realitasnya.
Tentu saja efeknya adalah terseretnya
sebuah komunitas kultural
pada sebuah arus besar
kebudayaan global. Hilangnya
karakter diri, kaburnya identitas,
dan berhentilah denyut
sejarah kebudayaan komunitas
tersebut.
Kebudayaan yang berkembang
akan meradiasi komunitas
di dalamnya untuk tumbuh
dengan pandangan dunia dan
karakter sifat yang khas. Inilah
yang menjadi tantangan besar
komunitas Sulawesi Selatan
pada awal dasawarsa kedua abad
21. Tantangan bukan hanya pada
menggeliatkan kebangkitan
kebudayaan dari situasi stagnasi
yang mengarah pada gradasi
kebudayaan, tetapi juga bertahan
dari gelombang besar kebudayaan
global.
Tantangan kebudayaan kita
bukan saja pada aspek kehilangan
warisan nilai dan kesenian,
tetapi juga hilangnya orisinalitas
kemanusiaan kita. Kesalahan
kita memandang kebudayaan,
bukan tidak mungkin akan melahirkan
tragedi besar yang
membuat orang-orang Bugis,
Makassar, dan Toraja, hilang dan
tenggelam dalam sejarah global.
Capaian Keadatan
dan Keistiadatan
Proyeksi yang harusnya diukur
oleh pemerintah dalam
aspek kebudayaan bukanlah
konsep peradaban dalam konstruk
teori budaya Barat. Konstruk
peradaban selalu lebih
diukur dalam aspek yang umum
tentang kompleksitas perkembangan
sebuah komunitas. Peradaban
kontemporer lebih diukur
dalam aspek perkembangan dan
kemajuan tekonologi dan sarana-
prasarana fisik.
Konsep peradaban inilah
yang menjebak pemerintah memandang
capaian kebudayaan
pada aspek fisik semata dan gagal
dalam membangun strategi
kebudayaan yang relevan dengan
kondisi otentik lokal. Konsep
kebudayaan Barat cenderung
memandang kebudayaan
sebagai keberadaban. Sementara
keberadaban dihubungkan dengan
modernitas. Maka komunitas
yang beradab adalah komunitas
yang maju secara modern.
Capaian kebudayaan sebaiknya
diukur dari konsep keadatan
dan keistiadatan. Sebab konstruk
kebudayaan kita lebih mengacu
pada adat-istiadat. Dalam peradaban
modern, stigma adat dan
keistiadatan dianggap klasik
bahkan primitif sehingga cenderung
dijauhi oleh generasi muda
karena kontra-modern. Sejauh
mana adat-istiadat dapat menjadi
kekuatan kemanusiaan komunitas
manusia Sulawesi Selatan
adalah tantangan kebudayaan
kita yang sesungguhnya.
Waktu tentu sangat berharga,
dan membangun kebudayaan
tidak pernah sama dengan membangun
sebuah apartemen.
Ruang kebudayaan adalah titik
sandar fundamental manusia dalam
mengalami masa depannya.
Maka tak ada jalan lain, pemerintah
sudah saatnya sangat
serius membangun strategi kebuda-
yaan yang tepat. Jika tidak,
mungkin abad 21 adalah abad
terakhir bagi sejarah kebudayaan
manusia Bugis, Makassar,
dan Toraja.

2.5 Perubahan Kebudayaan


Perubahan Kebudayaan; Teknologi, Ideologi dan Nilai

Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi  organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).

            Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Pendapat tersebut dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil definisi kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan dalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya.

2.5.1

Faktor yang menyebabkan perubahan  kebudayaan
Ada pula beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan, misalnya kurang intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakat lain; perkembangan IPTEK yang lambat; sifat masyarakat yang sangat tradisional; ada kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat dalam masyarakat; prasangka negatif terhadap hal-hal yang baru; rasa takut jika terjadi kegoyahan pada masyarakat bila terjadi perubahan; hambatan ideologis; dan pengaruh adat atau kebiasaan.

2.6  Hubungan Manusia dengan Kebudayaan

Secara sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah : manusia sebagai perilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan manusia. Tetapi apakah sesederhana itu hubungan keduanya ?

   Dalani sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, clan setclah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dcngannya. Tampak baliwa keduanya akhimya merupakan satu keSatuan. Contoh sederhana yang dapat k it a lihat adalah hubungan antara manusia dengan perat u ran-pe rat u ran

   kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya hams patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang membuatnya.
Dart sisi lain, hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat dipandang setara dengan hubungan antara manusia dengan masyarakat dinyatakan sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama lain. Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :
1. Ekstemalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
2. Obyektivasi, yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk perilaku manusia.
3. Intemalisasi, yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa manusia mempelajari kembali masyarakamya sendiri agar dia dapat hidup dengan .baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.

Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)
Manusia dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat, oleh karena itu mempunyai hubungan keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya hams menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat dilakukan dengan lebih cermat.

Jumat, 04 Juni 2010

ISD sebagai salah satu MKDU

    ISD sebagai salah satu MKDU


  1. ISD ( Ilmu Sosial Dasar )
         Mata kuliah Ilmu Sosial Dasar (ISD) merupakan mata kuliah analisis atas aneka fenomena sosial masyarakat dengan segala dinamika dan implikasinya dari sudut pandang kajian dasar falsafah keilmuan. Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak mungkin bisa memisahkan hidupnya dengan manusia lain. Sudah bukan rahasia lagi bahwa segala bentuk kebudayaan, tatanan hidup, dan sistem kemasyarakatan terbentuk karena interaksi dan benturan kepentingan antara satu manusia dengan manusia lainnya. Sejak zaman prasejarah hingga sejarah, manusia telah disibukkan dengan keterciptaan berbagai aturan dan norma dalam kehidupan berkelompok mereka. Dalam kelindan berbagai keterciptaan itulah ilmu pengetahuan terbukti memainkan peranan signifikan.

        Ilmu pengetahuan tidak hanya dapat dipahami dalam arti sebuah hukum atau teori ilmiah sebagai hasil statis kegiatan utamanya. Ilmu pengetahuan harus dipandang juga sebagai sebuah proses, sebuah kegiatan, dan tentu saja sebuah kemampuan yang harus dimiliki oleh para ilmuwan. Mahasiswa yang akan diorientasikan untuk menjadi sosok ilmuwan yang peka atas permasalahan sosial kemasyarakatan diharapkan mampu larut dalam proses keterciptaan ilmu pengetahuan tersebut. Kemampuan untuk larut tersebut harus dimulai dengan mengetahui dan memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan melalui kemampuan “membaca” berbagai hasil teori dan kajian ilmu sosial, untuk kemudian mampu melihat relevansi dan aplikasinya dengan fenomena dan problema sosial kontemporer. Pada tataran selanjutnya pemahaman itu akan menggerakkan kemampuan untuk berproses dalam keterciptaan ilmu pengetahuan. Artinya pada simpul akhir mahasiswa tidak menerima begitu saja teori dan hukum ilmiah yang telah ada, melainkan mampu melahirkan teori dan kajian-kajian atas fenomena sosial sebagai karya personal mereka. Mata kuliah ISD menjadi mata kuliah pengantar demi tujuan tersebut.
TUJUAN  belajar ISD:
1. Mahasiswa memiliki kesiapan untuk menekuni dunia keilmuan.
2. Mahasiswa bisa mengerti dan memahami prinsip filsafaat ilmu sebagai landasan mengerti dan memahami berbagai fenomena sosial kontemporer.
3. Mahasiswa mampu memahami berbagai konsep ilmu sosial yang akan digunakan sebagai instrumen memetakan segala problematika sosial kemasyarakatan.



      2. IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial )

 
         Ilmu Pengetahuan Sosial, biasa disingkat IPS, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia di masa kini dan masa lalu. IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat.
Karena sifatnya yang berupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS dijadikan sebagai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah tingkat pertama (SMP/SLTP). Sedangkan untuk tingkat di atasnya, mulai dari sekolah menengah tingkat atas (SMA/SMU) dan perguruan tinggi, ilmu sosial dipelajari berdasarkan cabang-cabang dalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau fakultas yang memfokuskan diri dalam mempelajari hal tersebut.
             Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial :
          
 Tujuan mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial :
  1.  Membangun perilaku seseorang agar menjadi masyarakat yang dapat bersosialisai
  2.  Membangun perilaku seseorang untuk menjadi masyarakat yang baik dan berbudaya 
  3. Agar setiap orang yang mempelajari IPS dapat mematuhi dan memahami context sosial
  4. http://file.upi.edu/Direktori/B%20-%20FPIPS/JUR.%20PEND.%20GEOGRAFI/196105011986011%20-%20MAMAT%20RUHIMAT/Mtolgi%20P-IPS.pdf 
  • Persamaan dan Perbedaan IBD (Ilmu Budaya dasar ) dengan IPS ( Ilmu Pengetahuan Sosial) 
I. Perbedaan antara IBD dan IPS
Perbedaan antara Ilmu Budaya Dasar dan Ilmu Pengetahuan Sosial, yaitu :
· Ilmu Budaya Dasar diberikan pada tingkat perguruan tinggi sedangkan Ilmu Pengetahuan Sosial diberikan pada tingkat pendidikan dasar maupun tingkat pendidikan lanjutan menengah pertama sampai menengah atas.
· Ilmu Budaya Dasar merupakan matakuliah tunggal artinya tidak memiliki kelompok mata pelajaran sedangkan Ilmu Pengetahuan Sosial adalah kelompok dari sejumlah mata pelajaran diantaranya Sejarah, Ekonomi, Geografi, Sosiologi, dan lain-lain.
· Ilmu Budaya Dasar bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah manusia dan kebudayaan sedangkan Ilmu Pengetahuan Sosial bertujuan untuk pembentukan pengetahuan dan keterampilan intelektual.




II. Persamaan antara IBD dan IPS
Persamaan dari keduanya antara lain adalah :
· Keduanya merupakan bahan studi untuk kepentingan program pendidikan atau pengajaran
· Keduanya bukan merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri
· Keduanya mempunyai materi yang terdiri dari kenyataan sosial dan permasalahan sosial


Bahan pelajaran ilmu sosial dasar dapat dibedakan atas 3 golongan:
  1. Kenyataan-kenyataan sosial yang ada dalam masyarakat, yang secara bersama-sama merupakan masalah sosial tertentu.
  2. Konsep-konsep sosial atau pengertian-pengertian tentang keyataan-kenyataan sosial dibatasi pada konsep dasar saja, sehingga sangat diperlukan untuk mempelajari masalah-masalah sosial yang dibahas dalam ilmu pengetahuan sosial.
  3. Masalah-masalah sosial yang timbul dalam masyarakat, biasanya terlibat dalam berbagai kenyataan sosial yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya.


                                                                         END
 by Rastafara_Ido